Lilih berasal dari suku Punan, suatu suku di Kalimantan Utara yang selama ini kerap dianggap sebagai simbol keterbelakangan. Dalam obrolan sehari-hari, tak jarang orang menggunakan kata “dasar punan” sebagai ejekan untuk merendahkan orang lain, seakan menyamakan Punan dengan bodoh atau tidak layak dihargai. Lilih tumbuh dalam lingkungan yang membawa beban stigma itu, tapi Tuhan menumbuhkan sesuatu yang berbeda di hatinya: kerinduan untuk belajar, dan untuk melihat sukunya mengalami perubahan.

Perjumpaannya dengan para pelayan Tuhan di Kartidaya menjadi titik balik dalam hidupnya. Melalui keterlibatannya dalam program penerjemahan Alkitab untuk bahasa Punan, bahasa ibunya sendiri, Lilih mengalami pembinaan, pelatihan, dan pendampingan yang membentuk iman dan keterampilannya. Ia menjadi anggota tim yang menjembatani dunia penerjemahan dengan kehidupan serta budaya masyarakat Punan. Karena memahami cara berpikir dan berbicara komunitasnya, peran Lilih menjadi sangat penting. Tuhan pun memakai Lilih untuk membawa terang kepada sukunya, yang selama ini sering dipandang rendah.

Pekerjaan Tuhan tak berhenti di sana. Setelah proses penerjemahan dalam bahasa Punan selesai, Lilih merespons panggilan untuk mendampingi komunitas Sa’ban, suku lain di Kalimantan Utara yang juga belum memiliki Alkitab dalam bahasa mereka. Ia tidak datang sebagai ahli, melainkan sebagai sahabat dan pembelajar. Ia belajar budaya baru, membangun hubungan, dan mendampingi tim lokal dalam perjalanan panjang penerjemahan. Melalui kolaborasi inilah firman Tuhan hadir dalam bahasa yang dapat menyentuh hati orang Sa’ban.

Lilih adalah buah nyata dari karya Tuhan melalui doa, dukungan, dan kesetiaan banyak orang yang percaya bahwa setiap bahasa dan setiap suku layak mendengar firman Tuhan dalam bahasa hati mereka. Dari Punan ke Sa’ban, dari yang dulu dianggap “terpinggirkan” menjadi saluran berkat bagi orang lain, kisah Lilih adalah gambaran nyata bagaimana Tuhan bekerja melalui hati yang mau belajar, melayani, dan berjalan bersama.

Misi bukan hanya tentang membawa terang ke tempat lain, tapi juga membuka ruang bagi terang itu bersinar dari tempat-tempat yang dulu dianggap tak berarti. Dalam kerendahan hati dan semangat kolaborasi, kita memberi tempat bagi orang-orang seperti Lilih untuk ikut mewarnai pekerjaan besar Tuhan di dunia ini.