Tim Kahak* dikenal karena semangat mereka yang tak pernah padam untuk membawa hasil terjemahan Firman Tuhan kepada komunitas penutur bahasa Kahak*. Mereka percaya, setiap kata yang dipahami dalam bahasa hati dapat membuka pintu yang tak bisa dibuka dengan cara lain.
Saat itu, Ibu Yuni dan Pak Pendeta sedang melayani seorang pria paruh baya di salah satu tempat kunjungan mereka. Ketika ia mendengar kisah penciptaan dunia dalam bahasa Kahak*, kata demi kata itu seolah mengetuk lembut hatinya. Ia rindu menerima Yesus, tetapi memilih berbicara terlebih dahulu dengan istrinya—bukan karena ragu, melainkan karena ia ingin menjaga kedamaian dalam rumah tangganya.
Malam itu, ketika ia pulang, ternyata di rumahnya sudah ada Pak Nathan, fasilitator bahasa Kahak*, yang sedang berbincang dengan istrinya tentang kasih Kristus. Rasanya seperti Tuhan telah menulis pertemuan itu jauh sebelum mereka semua bertemu. Setelah kembali dilayani, akhirnya keluarga tersebut mengambil keputusan untuk percaya kepada Yesus.
Pertobatan mereka menjadi penghiburan besar bagi anak perempuan mereka, yang sebelumnya terluka dan enggan ke gereja. Ia melihat sendiri bagaimana Firman itu bekerja—bukan hanya dalam bahasa Kahak*, tetapi juga dalam bahasa kasih yang menyentuh keluarganya. Sejak hari itu, rumah mereka menjadi tempat di mana Firman menemukan rumahnya.
*pseudonym