Ika lahir dan besar di Ambon. Ia menyelesaikan pendidikan tinggi di bidang Agribisnis Pertanian—sebuah jurusan yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan pelayanan gereja, apalagi penerjemahan Alkitab. Setelah lulus, ia bekerja di Ambon, hingga suatu peristiwa besar mengubah jalan hidupnya. Pada tahun 2003, ibunya terserang stroke, lalu ia bersama ibunya pindah ke Tangerang untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik. Di kota itu, Ika akhirnya mendapat pekerjaan baru.
Sejak masa kuliah, Ika sudah mulai memahami misi Allah. Ia menyadari betapa pentingnya setiap orang mendengar Kabar Baik tentang Yesus Kristus. Namun, ia juga sadar bahwa firman Tuhan hanya bisa benar-benar dimengerti jika dibaca dalam bahasa yang paling dipahami oleh seseorang. Meskipun hatinya tergerak, ia selalu merasa, “Itu bukan bidang saya. Saya lulusan pertanian. Apa yang bisa saya lakukan?” Ia tidak berani membayangkan akan terlibat langsung dalam pelayanan sebesar itu.
Beberapa tahun bekerja di Tangerang, Ika jatuh sakit hingga dirawat di rumah sakit. Dalam kelemahan itu, ia merenungkan ulang tujuan hidupnya. Bukankah seharusnya masa muda dipakai untuk sesuatu yang bernilai kekal? Ia teringat kisah Israel menyeberangi Sungai Yordan, ketika air berhenti mengalir begitu kaki para imam melangkah. Kisah itu meneguhkan imannya: jika ia melangkah dengan taat, Tuhan akan menyertai.

Dengan hati yang sederhana, Ika memutuskan meninggalkan pekerjaannya dan pada tahun 2008 bergabung dengan Yayasan Kartidaya. Keputusan ini bukanlah langkah mudah. Dengan latar belakang pendidikan yang baik dan keuletannya belajar hal-hal baru, sebenarnya ia bisa saja meniti karier di bidang lainnya, namun ia meyakini bahwa panggilan Tuhan dalam hidupnya menjadi arah yang lebih penting untuk diikuti.
Di Kartidaya, Ika mulai terlibat dalam penerjemahan cerita-cerita Alkitab, khususnya untuk masyarakat yang lebih terbiasa mendengar daripada membaca. Bersama tim, ia melatih penutur lokal di berbagai daerah, termasuk di Papua, agar mereka sendiri yang menerjemahkan firman Tuhan ke dalam bahasa hati mereka.
Buah dari pekerjaan ini luar biasa. Orang-orang sederhana yang mendengar cerita Alkitab mulai mengalami perubahan hidup: ada yang belajar mengasihi pasangannya, ada yang menemukan penghiburan di tengah duka, ada yang berani hidup jujur dan setia. Lebih dari itu, para penerjemah lokal yang ia dampingi juga bertumbuh dalam iman, bahkan memengaruhi keluarga mereka. Beberapa anak mereka kini terpanggil menjadi penerjemah Alkitab.
Perjalanan panjang itu menumbuhkan kerinduan Ika untuk semakin mendalami firman Tuhan. Ia pun menempuh pelatihan bahasa Ibrani Alkitab selama hampir dua tahun, sebuah kesempatan berharga yang memperkaya pemahamannya akan Kitab Suci. Bekal ini tidak hanya ia pakai dalam pelayanan penerjemahan, tetapi juga untuk memperlengkapi orang lain. Saat ini, Ika sedang menjalani proses pelatihan untuk menjadi konsultan penerjemahan, agar ia dapat menolong para penerjemah menghasilkan terjemahan yang baik. Dengan demikian, pekerjaan besar ini tidak berhenti pada dirinya saja, melainkan diteruskan oleh banyak orang.
Mendengar kisah ini, kita tahu bahwa Ika tidak pernah mencari sorotan. Ia sendiri sering berkata bahwa apa yang dikerjakannya ibarat “memindahkan air laut dengan sendok.” Tetapi justru di situlah kerendahan hatinya terlihat. Ia tidak menonjolkan kemampuan diri, melainkan hanya ingin taat pada panggilan Allah.
Kini, setelah lebih dari satu dekade melayani, Ika tetap melihat dirinya sebagai alat kecil dalam rencana besar Tuhan. Hidupnya menjadi bukti bahwa pelayanan bukan soal kepandaian, melainkan ketaatan. Dan dari seorang lulusan pertanian yang merasa tidak mampu, Allah menunjukkan bagaimana kerendahan hati bisa dipakai untuk menghadirkan firman-Nya kepada bangsa-bangsa.